
Kebiasaan menginang atau makan sirih sudah dikenal pada masyarakat Indonesia sejak lama. Menurut Soekanto Tirtomijoyo, masyarakat Indonesia mengenal kebiasaan menginang sejak abad 6 Masehi. Pada masyarakat Kalimantan Timur kebiasaan ini dikenal kemudian pada abad 9 hingga 10 Masehi. Kebiasaan ini berkembang cukup pesat pada masyarakat Banyuwangi sehingga berdampak lus dalam kehidupan sosial, budaya, religi, dan ekonomi mereka. Selain itu, tempat penginangannya pun mendapat perhatian khusus dari masyarakat, tidak saja dibuat dari logam, akan tetapi juga dari anyaman rotan, kayu manik, dan kayu dilapisi emas menjadi ciri khas tersendiri dari daerah ini.